Alunan dentingan suara piano
terdengar jelas di sudut kamar bertirai cokelat. Dengan jendela terbuka ia
dapat merasakan hembusan angin hujan disore hari yang terasa sejuk. Kukunya dicat
coklat muda, jemarinya yang lentik dengan lihai menekan nekan tuts pianonya.
Lirih terdengar ia bersenandung sebuah lagu kesukaanya. Jemarinya terus
memainkan sebuah lagu hingga ia tak sengaja melihat anak muda diseberang jalan
yang sedang buru buru pulang kerumahnya menggunakan payung.
hujan adalah berkah dari Tuhan, jadi mengapa
harus pakai payung saat hujan turun ?
“Ah
segarnya”. Ucapnya setelah ia berniat menyudahi permainan pianonya.
“
Mungkin lebih baik aku tidur”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Aku
berangkat dulu ya ?” katanya sambil mengambil kunci motornya.
“Iya,
hati hati dijalan”
Jalanan mulai ramai, kendaraan umum
dan kendaraan pribadi seperti biasa menghiasi hiruk pikuk kota Bandung. Padahal
pagi ini masih menunjukkan pukul 07.00 WIB. Pandangannya mulai dihiasi dengan banyaknya
sepeda motor siswa berseragam putih abu abu yang berlalu lalang melewati
kawasan ini. Didepan gedung Sekolah Menengah Atas itu terdapat sebuah ruko yang
lumayan besar, di ruko ini terdapat toko toko yang disewakan untuk menjajakan
barang dagang atau jasa.
“Akhirnya
sampai juga, hari ini jalanan rame banget ya?”
Tiba tiba terdegar suara perempuan
yang ia kenal, dilihatnya ia yang sedang memarkir sepeda dan melepas helmnya di
depan ruko bertuliskan “Istana Musik”.
“Ah
iya”. Balasnya sedikit kaget sembari ia melepas kunci motornya yang tertancap
motor matic nya dan kemudian ia letakkan di kantong kecil belakang tasnya.
Pintu dengan kaca gelap bertuliskan
“Open” terbuka. Nampaklah disekeliling ruang itu berbagai desain unik yang
terpampang jelas di ruang tunggu. Di samping meja konsultan terdapat replika
berbagai alat musik mini yang menghiasi interior ruang tuggu. Terdapat macam
macam poster musisi musisi terkenal mancanegara, jadwal pengajaran, jadwal
konser dan banyak lagi yang terpampang di tembok ruang tunggu.
“Kemarin
sore kemana ? kok kamu engga datang ?”. kata Christ memulai percakapan.
Dilihatnya ia sedang melepas sweaternya
dan menentengnya di tangan kiri.
“Emm,
lagi sibuk aja”.
“Ini
kartu absen electric baru kamu dan
... “ kalimat Christ terhenti.
“sudah
jadi”. Lanjutnya.
“Terima
kasih”. Ucapnya pelan.
Dipandanginya dua
kartu absen electric itu, berwarna
hitam putih dengan corak tuts piano yang didominasi gambar piano grand
terpampang jelas nama Almira Azalea. Ia hanya melihat miliknya sekilas. Ia
melirik kartu absen electric yang
lainnya. Kartu itu berwarna jingga kecoklatan yang didominasi gambar biola.
Dilihatnya nama yang tertera Ata Azain Malik. Entah apa yang akan ia lakukan
dengan kartu jingga kecoklatan itu. Teringat kembali akan hal yang ahir akhir
ini sering membuatnya diam dan melamun. Ia harus bagaimana ?
“Kenapa? Kok diam aja?” Christ
membuyarkan lamunan Aza.
“ Eh, enggak, lagi mikir aja.
Ini kartu dibuat tiga tahun lalu, kenapa baru dikasih sekarang ? telat banget
tau !” Aza mengeles.
“Udahlah, itu urusan atasan.
Cepet absen ya, masih inget kan ?”
“Apa apa an sih, udah ah!
Benerin tuh baju kamu, udah dibilang jangan pakai rok pendek masih keukeuh aja pakai rok pendek” Aza
membela diri.
“Ah iya nih, dasar si bos
Marinka gak gaul banget. Ini itu Bandung, Paris Van Java, kota mode gitu. Tapi
untungnya kemarin aku habis belanja baju dan rok agak panjangan modis model
terbaru.”
“ya sudah, ganti dulu sana.
Keburu si bos Marinka dateng”
“iyaa Azaaa....”
---------------------------------------------------------------------------------------------
Di ruang lantai
dua tempat Aza mengajar terdengar riuhnya suara piano yang terdengar disana
sini. Terlihat empat orang anak usia 10 tahunan sedang gigih berlatih alat
musik piano. Ada yang sedang mentranslete not balok menjadi not angka, ada yang
sekedar menekan nekan tuts tanpa rangkaian nada dan banyak lagi. Di depan pintu
yang sedikit terbuka terdapat seorang berpakaian jas hitam. Ditangannya
terdapat sebuah kamera. Dengan cepat ia memotret segala kegiatan yang terjadi
di ruang itu. Setelah ia merasa hasil jepretannya sudah cukup, ia segera pergi
meninggalkan tempat itu dan mengambil ponsel disakunya.
“Halo, aku sudah mendapatkannya
“. Katanya pada lawan bicaranya.
-----------------------------------------------------------------------------
Di ruang rapat ,
terihat tenang dan santai. Sebuah LCD menyala. Pimpinan perusahaan itu sedang
sibuk meyakinkan kliennya untuk mau bekerja sama dengannya. Dijelasknnya
rincian dari ide yang ia buat untuk kliennya itu. Ia menjelaskan dengan
antusias. Para klien tampak berdecak kagum melihat presentasinya. Selain
memiliki wajah yang tampan, ia adalah orang yang suka bekerja keras dan
pemimpin yang bertanggung jawab. Tak heran banyak perusahaan yang mau memakai
jasanya.
“Seperti itulah penjelasan dari
pimpinan perusahaan kami, bapak Ata Azain Malik” ucap moderator mengakhiri
presentasi.
Para klien pun bertepuk
tangan dan kemudian berdiskusi, akhirnya mereka setuju dengan konsep yang
dijelaskan oleh Ata.
“Terima kasih atas kerja
samanya, karena Anda mau mempercayakan jasa kami kepada perusahaan anda.” Kata
Ata penuh semangat.
“Saya juga berterimakasih atas konsep yang anda berikan, semoga kerja
sama kita akan membawa kesuksesan kedepannya.” Kata direktur PT. Crocodiler
Music.
Direktur PT
Crocodile Music pun meninggalkan ruang rapat VIP. Begitu pula Ata yang sedari
tadi tidak sabar ingin menemui rekan sekantornya yang ijin cuti untuk melakukan
sesuatu hal untuk Ata. Ia ingin bertemu
dengannya. Segera.
-------------------------------------------------------------------------------
Ramainya jalan pada waktu jam pulang kantor, Ata
bergegas menuju warung masakan padang dekat kantornya. Tempat itu menjadi
tujuan utamanya saat ini setelah ia merima telepon bahwa teman lawan telfonnya
mengucapkan nama Aza. Aza yang selama ini ia tinggalkan untuk pembuktian diri
bahwa ia bisa hidup berdampingan antara musik dan bisnis. Orang tua Ata yang
otoriter beranggapan bahwa ia takkan bisa hidup dengan menjual bakatnya yang
pandai bermain biola. Menurut orang tuanya, selera musik seseorang akan berubah
ubah seiring kemajuan perkembangan industri musik, seorang musisi akan tenar
jika ia bisa menarik hati para penggemarnya dengan penampilan yang fresh, jika penggemar sudah bosan
mungkin para musisi musisi itu akan kelabakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri. Orang tua Ata ingin ia meneruskan bisnis keluarga yang dijalankan oleh
ayah Ata. Ata, dengan lantang mengambil sebuah keputusan untuk pergi menuntut
ilmu demi mendalami ilmu bisnis dan meneruskan bisnis kedua orang tuanya
asalkan ia diperbolehkan untuk tetap mendalami ilmu alat musik kesayangannya,
Biola. Biola yang ia terima dari almarhum kakaknya, Ato. Kakaknya meninggal
karena saat membelikan sebuah biola untuk ulang tahun adiknya yang ke 12 tahun, ia tahu bahwa adiknya
sangat ingin mempelajari dan memainkan sebuah Biola. Ato meninggal karena
kecelakaan saat perjalanan menuju rumah. Nyawanya tak terselamatkan, hanya
Biola yang dibeli Ato lah yang masih utuh dan sampai ditangan Ata, benda itu menjadi
saksi bisu kebahagian sekaligus kedukaan yang dialami Ata disaat ulang
tahunnya. Ia bahagia karena dapat memiliki dan memainkan sebuah Biola, tapi ia
berduka karena ia kehilangan kakaknya demi membahagiakan dirinya. Ia takkan dan
tak ingin menyia nyiakan pengorbanan kakaknya, dan kedua orang tuanya yang
telah mengasuhnya hingga berusia 27
tahun. Tak terbesit sedikit pun untuk mengecewakan keluarganya, tapi inilah keputusan
Ata. Ata akan mempertanggung jawabkan keputusannya , memegang alih perusahaan yang di pimpin oleh
ayahnya dan terus bermain Biola.
Diujung kemudinya
sudah mulai terlihat rumah makan masakan padang yang ramai oleh pengunjung.
Sekilas ia dapat melihat temannya yang sedang duduk sambil meletakkan ponselnya
di telinga kanannya. Suara dentingan piano terdengar dari ponsel Ata. Ponselnya
berdering, dilihatnya nama Liam muncul di ponselnya.
“Iya, Aku sudah sampai”
“Aku tau..”
“ Oke aku kesana”. Ucap Ata
mengakhiri pembicaraannya dengan semangat sembari ia membuka pintu mobil dan
keluar.
Ata melangkah
dengan rasa gugup di dalam hatinya. Perasaannya campur aduk. Ia hanya berfikir
bahwa hanya ingin melihat fotonya saja ia harus merasakan jantungya berdetak kencang
dan sebahagia ini. Bagaimana jika ia benar benar bertemu dengannya?. Menatap
kedua matanya?. Memeluknya atau sekedar membelai rambutnya ?. Mungkin ia tak
sanggup lagi melawan heroik gejolak hati dan rasa rindu pada Aza. “Aku senang
sekali”. Desisnya.
Langkahnya
semakin ia percepat tatkala melihat jarak antaranya dengan Liam mulai menipis.
Ia berseru pada teman sekantornya itu. Dilihatnya Liam yang sedang membawa
sebuah amplop cokelat berukuran sedang, disodorkan nya amplop cokelat itu
kepada Ata. Dengan sigap Ata membukanya, dihiasi seulas senyuman sumringah yang
tercetak diwajah tampan Ata.
“Akhirnya, aku menemukanmu...”.
Ucap Ata.
“ Ia masih bekerja di Istana
Musik, setiap hari ia mengajar piano
tapi bukan di cabang Cibubur tapi cabang Bandung, Ia pindah 2 tahun
lalu. Kalau ada waktu aku akan antar kamu ke tempat kerjanya....” Kalimat Liam
terhenti.
“Aku ada waktu ! ayo sekarang !”
Ata memutuskan kalimat Liam dengan semangat
“Aku masih belum sempat
menyelidiki dimana dia tinggal, bagaimana kalau besok siang ? lagi pula
sekarang ini sudah pukul 18.00 WIB. Tempat kerjanya pasti sudah tutup,besok aku
berjanji akan ajak kamu kesana. Gimana?
“Baiklah, kita keluar kantor
pukul 11.00 ya?. Rencana meeting biar aku yang atur. Semua foto
ini aku bawa ya? Ngomong ngomong terima kasih banget ya kamu sudah mau bantu
aku” Kata Ata penuh rasa terima kasih.
“Okelah sob, kamu kan udah
banyak bantu aku, kasih pekerjaan ke aku. Dan ini saatnya aku buat bantu kamu”
ucap Liam.
-------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini ini Aza sedang
menikmati udara malam di dalam kamar. Lampu kamarnya menyala terang. Jendela kamarnya
terbuka, dengan liar semilir angin memasuki sudut ruang kamarnya. Hiasan
gantung didekat jendela ikut bergoyang seiring tiupan angin malam. Aza berdiri
dan kemudian duduk di tepian jendela yang terbuka sambil menatap langit malam.
Malam ini langit terlihat gelap. petangnya malam nampak indah karena dihiasi
oleh taburan bintang dan cahaya bulan. Bulan bulat itu tepat berada didepan
kamar Aza . Lirih terdengar suara Aza menghiasi sepinya malam dengan
bersenandung sebuah lagu.
I know
you’re somewhere out there
Somewhere far away
I want you back
Somewhere far away
I want you back
My
neighbors think I’m crazy
But they don’t understand
You’re all I have
But they don’t understand
You’re all I have
At night
when the stars
Light on my room
I sit by myself
Light on my room
I sit by myself
Talking to
the moon
----------------------------------
to be continued ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar