Je t'aime plus qu heir moins que demain

Kamis, 29 November 2012

deras rinduku ,-


Alunan dentingan suara piano terdengar jelas di sudut kamar bertirai cokelat. Dengan jendela terbuka ia dapat merasakan hembusan angin hujan disore hari yang terasa sejuk. Kukunya dicat coklat muda, jemarinya yang lentik dengan lihai menekan nekan tuts pianonya. Lirih terdengar ia bersenandung sebuah lagu kesukaanya. Jemarinya terus memainkan sebuah lagu hingga ia tak sengaja melihat anak muda diseberang jalan yang sedang buru buru pulang kerumahnya menggunakan payung.
                hujan adalah berkah dari Tuhan, jadi mengapa harus pakai payung saat hujan turun ?
                “Ah segarnya”. Ucapnya setelah ia berniat menyudahi permainan pianonya.
                “ Mungkin lebih baik aku tidur”
                --------------------------------------------------------------------------------------------------------
                “Aku berangkat dulu ya ?” katanya sambil mengambil kunci motornya.
                “Iya, hati hati dijalan”
Jalanan mulai ramai, kendaraan umum dan kendaraan pribadi seperti biasa menghiasi hiruk pikuk kota Bandung. Padahal pagi ini masih menunjukkan pukul 07.00 WIB. Pandangannya mulai dihiasi dengan banyaknya sepeda motor siswa berseragam putih abu abu yang berlalu lalang melewati kawasan ini. Didepan gedung Sekolah Menengah Atas itu terdapat sebuah ruko yang lumayan besar, di ruko ini terdapat toko toko yang disewakan untuk menjajakan barang dagang atau jasa.
                “Akhirnya sampai juga, hari ini jalanan rame banget ya?”
Tiba tiba terdegar suara perempuan yang ia kenal, dilihatnya ia yang sedang memarkir sepeda dan melepas helmnya di depan ruko bertuliskan “Istana Musik”.
                “Ah iya”. Balasnya sedikit kaget sembari ia melepas kunci motornya yang tertancap motor matic nya dan kemudian ia letakkan di kantong kecil belakang tasnya.
Pintu dengan kaca gelap bertuliskan “Open” terbuka. Nampaklah disekeliling ruang itu berbagai desain unik yang terpampang jelas di ruang tunggu. Di samping meja konsultan terdapat replika berbagai alat musik mini yang menghiasi interior ruang tuggu. Terdapat macam macam poster musisi musisi terkenal mancanegara, jadwal pengajaran, jadwal konser dan banyak lagi yang terpampang di tembok ruang tunggu.
                “Kemarin sore kemana ? kok kamu engga datang ?”. kata Christ memulai percakapan. Dilihatnya ia sedang melepas sweaternya dan menentengnya di tangan kiri.
                “Emm, lagi sibuk aja”.
                “Ini kartu absen electric baru kamu dan ... “ kalimat Christ terhenti.
                “sudah jadi”. Lanjutnya.
                “Terima kasih”. Ucapnya pelan.
Dipandanginya dua kartu absen electric itu, berwarna hitam putih dengan corak tuts piano yang didominasi gambar piano grand terpampang jelas nama Almira Azalea. Ia hanya melihat miliknya sekilas. Ia melirik kartu absen electric yang lainnya. Kartu itu berwarna jingga kecoklatan yang didominasi gambar biola. Dilihatnya nama yang tertera Ata Azain Malik. Entah apa yang akan ia lakukan dengan kartu jingga kecoklatan itu. Teringat kembali akan hal yang ahir akhir ini sering membuatnya diam dan melamun. Ia harus bagaimana ?
                “Kenapa? Kok diam aja?” Christ membuyarkan lamunan Aza.
                “ Eh, enggak, lagi mikir aja. Ini kartu dibuat tiga tahun lalu, kenapa baru dikasih sekarang ? telat banget tau !” Aza mengeles.
                “Udahlah, itu urusan atasan. Cepet absen ya, masih inget kan ?”
                “Apa apa an sih, udah ah! Benerin tuh baju kamu, udah dibilang jangan pakai rok pendek masih keukeuh aja pakai rok pendek” Aza membela diri.
                “Ah iya nih, dasar si bos Marinka gak gaul banget. Ini itu Bandung, Paris Van Java, kota mode gitu. Tapi untungnya kemarin aku habis belanja baju dan rok agak panjangan modis model terbaru.”
                “ya sudah, ganti dulu sana. Keburu si bos Marinka dateng”
                “iyaa Azaaa....”
                ---------------------------------------------------------------------------------------------
Di ruang lantai dua tempat Aza mengajar terdengar riuhnya suara piano yang terdengar disana sini. Terlihat empat orang anak usia 10 tahunan sedang gigih berlatih alat musik piano. Ada yang sedang mentranslete not balok menjadi not angka, ada yang sekedar menekan nekan tuts tanpa rangkaian nada dan banyak lagi. Di depan pintu yang sedikit terbuka terdapat seorang berpakaian jas hitam. Ditangannya terdapat sebuah kamera. Dengan cepat ia memotret segala kegiatan yang terjadi di ruang itu. Setelah ia merasa hasil jepretannya sudah cukup, ia segera pergi meninggalkan tempat itu dan mengambil ponsel disakunya.
                “Halo, aku sudah mendapatkannya “. Katanya pada lawan bicaranya.
                -----------------------------------------------------------------------------
Di ruang rapat , terihat tenang dan santai. Sebuah LCD menyala. Pimpinan perusahaan itu sedang sibuk meyakinkan kliennya untuk mau bekerja sama dengannya. Dijelasknnya rincian dari ide yang ia buat untuk kliennya itu. Ia menjelaskan dengan antusias. Para klien tampak berdecak kagum melihat presentasinya. Selain memiliki wajah yang tampan, ia adalah orang yang suka bekerja keras dan pemimpin yang bertanggung jawab. Tak heran banyak perusahaan yang mau memakai jasanya.
                “Seperti itulah penjelasan dari pimpinan perusahaan kami, bapak Ata Azain Malik” ucap moderator mengakhiri presentasi.
Para klien pun bertepuk tangan dan kemudian berdiskusi, akhirnya mereka setuju dengan konsep yang dijelaskan oleh Ata.
                “Terima kasih atas kerja samanya, karena Anda mau mempercayakan jasa kami kepada perusahaan anda.” Kata Ata penuh semangat.           
“Saya juga berterimakasih atas konsep yang anda berikan, semoga kerja sama kita akan membawa kesuksesan kedepannya.” Kata direktur PT. Crocodiler Music.
Direktur PT Crocodile Music pun meninggalkan ruang rapat VIP. Begitu pula Ata yang sedari tadi tidak sabar ingin menemui rekan sekantornya yang ijin cuti untuk melakukan sesuatu hal untuk Ata. Ia  ingin bertemu dengannya. Segera.
                -------------------------------------------------------------------------------
Ramainya  jalan pada waktu jam pulang kantor, Ata bergegas menuju warung masakan padang dekat kantornya. Tempat itu menjadi tujuan utamanya saat ini setelah ia merima telepon bahwa teman lawan telfonnya mengucapkan nama Aza. Aza yang selama ini ia tinggalkan untuk pembuktian diri bahwa ia bisa hidup berdampingan antara musik dan bisnis. Orang tua Ata yang otoriter beranggapan bahwa ia takkan bisa hidup dengan menjual bakatnya yang pandai bermain biola. Menurut orang tuanya, selera musik seseorang akan berubah ubah seiring kemajuan perkembangan industri musik, seorang musisi akan tenar jika ia bisa menarik hati para penggemarnya dengan penampilan yang fresh, jika penggemar sudah bosan mungkin para musisi musisi itu akan kelabakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Orang tua Ata ingin ia meneruskan bisnis keluarga yang dijalankan oleh ayah Ata. Ata, dengan lantang mengambil sebuah keputusan untuk pergi menuntut ilmu demi mendalami ilmu bisnis dan meneruskan bisnis kedua orang tuanya asalkan ia diperbolehkan untuk tetap mendalami ilmu alat musik kesayangannya, Biola. Biola yang ia terima dari almarhum kakaknya, Ato. Kakaknya meninggal karena saat membelikan sebuah biola untuk ulang tahun adiknya  yang ke 12 tahun, ia tahu bahwa adiknya sangat ingin mempelajari dan memainkan sebuah Biola. Ato meninggal karena kecelakaan saat perjalanan menuju rumah. Nyawanya tak terselamatkan, hanya Biola yang dibeli Ato lah yang masih utuh dan sampai ditangan Ata, benda itu menjadi saksi bisu kebahagian sekaligus kedukaan yang dialami Ata disaat ulang tahunnya. Ia bahagia karena dapat memiliki dan memainkan sebuah Biola, tapi ia berduka karena ia kehilangan kakaknya demi membahagiakan dirinya. Ia takkan dan tak ingin menyia nyiakan pengorbanan kakaknya, dan kedua orang tuanya yang telah mengasuhnya hingga berusia 27 tahun. Tak terbesit sedikit pun untuk mengecewakan keluarganya, tapi inilah keputusan Ata. Ata akan mempertanggung jawabkan keputusannya ,  memegang alih perusahaan yang di pimpin oleh ayahnya dan terus bermain Biola.
Diujung kemudinya sudah mulai terlihat rumah makan masakan padang yang ramai oleh pengunjung. Sekilas ia dapat melihat temannya yang sedang duduk sambil meletakkan ponselnya di telinga kanannya. Suara dentingan piano terdengar dari ponsel Ata. Ponselnya berdering, dilihatnya nama Liam muncul di ponselnya.
                “Iya, Aku sudah sampai”
                “Aku tau..”
                “ Oke aku kesana”. Ucap Ata mengakhiri pembicaraannya dengan semangat sembari ia membuka pintu mobil dan keluar.
Ata melangkah dengan rasa gugup di dalam hatinya. Perasaannya campur aduk. Ia hanya berfikir bahwa hanya ingin melihat fotonya saja ia harus merasakan jantungya berdetak kencang dan sebahagia ini. Bagaimana jika ia benar benar bertemu dengannya?. Menatap kedua matanya?. Memeluknya atau sekedar membelai rambutnya ?. Mungkin ia tak sanggup lagi melawan heroik gejolak hati dan rasa rindu pada Aza. “Aku senang sekali”. Desisnya.
Langkahnya semakin ia percepat tatkala melihat jarak antaranya dengan Liam mulai menipis. Ia berseru pada teman sekantornya itu. Dilihatnya Liam yang sedang membawa sebuah amplop cokelat berukuran sedang, disodorkan nya amplop cokelat itu kepada Ata. Dengan sigap Ata membukanya, dihiasi seulas senyuman sumringah yang tercetak diwajah tampan Ata.
                “Akhirnya, aku menemukanmu...”. Ucap Ata.
                “ Ia masih bekerja di Istana Musik, setiap hari ia mengajar piano  tapi bukan di cabang Cibubur tapi cabang Bandung, Ia pindah 2 tahun lalu. Kalau ada waktu aku akan antar kamu ke tempat kerjanya....” Kalimat Liam terhenti.
                “Aku ada waktu ! ayo sekarang !” Ata memutuskan kalimat Liam dengan semangat
                “Aku masih belum sempat menyelidiki dimana dia tinggal, bagaimana kalau besok siang ? lagi pula sekarang ini sudah pukul 18.00 WIB. Tempat kerjanya pasti sudah tutup,besok aku berjanji akan ajak kamu kesana. Gimana?
                “Baiklah, kita keluar kantor pukul 11.00 ya?. Rencana  meeting biar aku yang atur. Semua foto ini aku bawa ya? Ngomong ngomong terima kasih banget ya kamu sudah mau bantu aku” Kata Ata penuh rasa terima kasih.
                “Okelah sob, kamu kan udah banyak bantu aku, kasih pekerjaan ke aku. Dan ini saatnya aku buat bantu kamu” ucap Liam.
                -------------------------------------------------------------------------------------
                Malam ini ini Aza sedang menikmati udara malam di dalam kamar. Lampu kamarnya menyala terang. Jendela kamarnya terbuka, dengan liar semilir angin memasuki sudut ruang kamarnya. Hiasan gantung didekat jendela ikut bergoyang seiring tiupan angin malam. Aza berdiri dan kemudian duduk di tepian jendela yang terbuka sambil menatap langit malam. Malam ini langit terlihat gelap. petangnya malam nampak indah karena dihiasi oleh taburan bintang dan cahaya bulan. Bulan bulat itu tepat berada didepan kamar Aza . Lirih terdengar suara Aza menghiasi sepinya malam dengan bersenandung sebuah lagu.

I know you’re somewhere out there
Somewhere far away
I want you back
My neighbors think I’m crazy
But they don’t understand
You’re all I have
At night when the stars
Light on my room
I sit by myself
Talking to the moon
            ----------------------------------
to be continued ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar