Guweh,
biasa dipanggil mbakmbuk anak Marching. Dengan PD-nya mengaku Marchingholicz.
(emang bener looh). Aku ngikut marching band dari kelas 1 SMA until now. Di Bhahana
Swara Sangkakala Bhawana Smaneka Angkatan XV dan XVI, yang bentar lagi melaju
selangkah di ajang bergengsi Langgam Indonesia di Bali. Udah latian bekisar 1
tahun, panas panas, hujan hujanan, kelaperan, kehausan, kena hukuman, hanya ditentukan 12 menitan (gilak !! :0). 12
menitan yang menyimpan banyak cerita, kenangan,
pengorbanan, dan pengalaman yang
akan tersimpan rapi dalam ingatan dan juga hati.
Saya,
Wike Agustin Kurniasari section Bariton 1. Setiap latian tak perna lepas dengan
alat musik tiup logam, semakin besar
diameter corong dan serta panjang pipa udara, nada-nada yang dihasilkan menjadi
lebih lembut, dan tebal dibandingkan instrumen dengan corong dan pipa udara
yang lebih kecil dan pendek seperti Trompet. Meskipun karakter suara Baritone agak sulit
untuk didefinisikan secara akurat, umumnya para pemain sepakat bahwa suara
ideal adalah tebal, berbobot, halus, dan lembut. Meskipun memiliki definisi
yang mendalam indahnya kalo menurut aku dan teman teman seperjuangan section
Bariton, beban yang dipikul untuk memboyong alat bercorong agak besar ini
lumayan berat,dan bikin tangan njarem. Tapi saking marchingholicznya, dibetah
betahin ajalah (yaiyalah, lawong sekarang ini not bariton jarang ada rest nya,
kejar setoran terus :P) tapi tanpa mengurangi rasa keasikan saat berada di
section Baritone itu sendiri. Awal menjadi
penanggung jawab menjadi seorang pemain Baritone, adalah waktu dadakan pas
Final lomba marching kompetisi di BOMC ken Arok. Kita dipenjemi alat oleh salah
satu unit lain yang kebetulan liat alat kita kurang ngegk tapi swara yang
dihasilkan itu ngegk. Kita dipenjemi Tuba. Yang pegang bariton jadi pegang
tuba, yang baritone dipegang sama anak trombon (alatku pas jaman enom), dan
trombon pas waktu Final enggak dipakai. Berasa
aneh, canggung, kaget, dan berat tentunya. Tapi waktu itu rasanya aneh, kayak
bangga gitu main Baritone. Itu pertama kali niup, bawa , dan bertanggung jawab
sama Baritone. Seneng, tentu.
Angkatan
baru, alat baru. Alat Semasa perjuanganku di tahun 2010 an- 2011an yaitu
Trombon di jual dan kita section Trombon pindah ke Section Baritone. Dan sekolah
kita membeli alat baru 3 Tuba dan 1 Contra Brass (lebih berat itu), jadi alumni
section bariton pindah ke section tuba.
B1,
itu kode alat yang menempel kokoh di alatku. dan alhamdulillah kebagian solo Baritone, yang main di awal lagu (Mukadimah, yang sering
diplesetkan Mukarata . aw ! :P), tapi masi tak puas dengan hasil soloku itu, 3
bulan aku belajar not soloku yang terdiri dari 26 not yang paling sering muncul
not tinggi. Sekedar nyobak nyobak sebelum latihan bareng satu unit masi lumayan
nyampe tuh nada. Tapi waktu main full section, ndredeg, grogi, jadi ancurrr.
(maklum baru pertama kali solo, kalo bakso solo gk mungkin ndredeg, Wuhh ). Sampek
sekarang rasa ndredeg itu masi betah nemplok ke aku. Mencoba main senyaman
mungkin, tapi kalo ndredeg ya ndredeg. Ndredeg itu perlu, untuk membuatmu menjadi
was was. Tapi terlalu nderedeg itu juga akan membuatmu nge blengg. Yak,
itu balik ke kita sendiri.
Bariton, corongmu besar mengangkat wibawa dan tanggung jawab yang besar, serta
membawa cerita besar mengalirkan melodi indah memasuki jiwa melalui raga yang mencumbumu
(mouthpis). KEEP YOUR BRASS UP ! :*

Tidak ada komentar:
Posting Komentar